Puasa adalah hadiah Allah untuk Umat Manusia


Puasa adalah semacam hadiah yang diberikan Allah kepada setiap umat manusia di muka bumi ini. Setiap manusia diperintahkan Allah untuk menjalankannya. Tetapi, dalam puasa terdapat dua jenis hukum puasa, yaitu puasa wajib dan puasa sunnah. Bagi umat Islam, puasa Ramadhan adalah wajib hukumnya yang dilakukan setiap tahun, yakni ketika datang bulan Ramadhan.

Maksud berpuasa adalah untuk mensucikan diri dan membrsihkan batin dari kotoran yang ditinggalkan oleh hawa nafsu. Berkaitan dengan amalan puasa, Islam memerintahkan manusia agar mengikut sertakan seluruh anggota Jawarih-nya, yakni anggota badannya untuk berpuasa. Artinya, Islam memerintahkan agar seluruh anggota badan manusia mening galkan semua kebiasaan yang cenderung memperturutkan hawa nafsu dengan cara membersihkan diri dari perbuatan perbuatan tercela, dan menunjukkan jalan yang terpuji agar setelah itu ia terbiasa pula dengan kelakuan-kelakuan yang baik-baik pula.

Salah satu cara untuk membersihkan diri dari kotoran dunia adalah dengan menahan makan dan minum tanpa terbatas waktu. Manusia harus menahan diri dari keinginan untuk makan dan minum pada waktu-waktu yang telah ditentukan, yakni waktu siang. Pada waktu-waktu itulah manusia menjadi sangat lapar dan dahaga. Bila perintah Allah telah mengisi perut manusia, maka wajarlah anggota-anggota yang lain mengekang aktivitas-aktivitas yang biasanya dipimpin oleh hawa nafsu.

Mata, misalnya, yang biasa suka melihat hal-hal yang haram dan terlarang, hendaklah dipuasakan dari aktivitas biasanya, dan dididik agar menundukkan diri kepada perintah Tuhan yang menciptakannya. Maka beralihlah ia kepada memandang segala yang mendatangkan keridhaan Tuhannya mengikuti puasa perutnya, supaya mudah mudahan aktivitas aktivitas biasanya bertukar dari yang buruk kepada yang baik. Telinga demikian pula, kalau kebiasaannya suka mendengar hal-hal yang terlarang, yang memang sukar dalam kehidupan di dunia ini  untuk terlepas dari perkara-perkara yang buruk yang menimpanya, kini dipertukarkan tabiatnya kepada mendengar yang baik-baik yang akan meraih pahala, bukan mengumpulkan dosa dan celaka.

Begitu pula dengan anggota-anggota yang lain, seperti kaki, tangan, hidung dan sebagainya, semuanya dalam waktu perut berpuasa, seharusnya dia juga ikut berpuasa dari tabiat tabiatnya yang buruk, dan dipinta diberlakukan hanya hal-hal yang baik dan perkara-perkara yang terpuji yang diridhoi Tuhan Penciptanya.
Bila perut selalu kenyang, maka pada kebiasaannya tuntutan hawa nafsu menjadi kuat. Dan kehendak hawa nafsu itu, memang jarang ada orang yang dapat menolaknya.

Sekali tuntutan itu didapatinya, maka tidak henti-hentinya dia akan memaksa diri untuk terus mengikuti permintaannya. Samalah seperti anak kecil  yang terus  dimanjakan ayah atau ibunya, maka jika tuntutannya tidak dipenuhi, dia akan terus menerus menuntut sampai dapat. Bahkan dia akan menggunakan senjata apa saja yang dapat memaksa sang ayah atau ibu untuk memberi apa yang dipintanya. Dia akan menangis, mengancam. Membuat apa saja asalkan akhirnya ayah atau ibunya akan memberikan apa yang dipintanya itu.

Dan sebenarnya, apabila keazaman yang kuat dari seseorang hamba untuk melaksanakan puasa itu, biar dia pada perut ataupun anggota-anggota jawarihnya yang lain, Insya Allah dia akan mendapat taufiq dari Tuhan, dan dia akan dapat menjalankan  seperti yang dikehendaki dengan baik dan sempurna, karena semua itu adalah dengan takdir  Tuhan, sang hamba mestilah menunjukkan kesungguhannya untuk mengikuti perintah, baik yang wajib maupun  yang sunnah.

Sebab itu pula, pada bulan  Ramadhan, orang-orang yang tidak membiasakan diri untuk mengunjungi masjid dapat duduk beramai-ramai di dalam masjid mengerjakan Shalat Tarawih dan Witir dan sabar mengaminkan do’a–do’a yang panjang sehingga duduknya disitu mengambil masa berjam jam. Ada yang sanggup duduk lagi untuk mengikuti Tadarus (baca beramai ramai) Al-Qur’an. Tetapi Kemanakah mereka sekalian itu setelah selesai bulan Ramadhan ?

Tidak kelihatan lagi, kecuali  mereka yang ditemani taufiq itu terus menerus bersamanya.
Beginilah tujuan dan kewajiban puasa itu, yaitu untuk menghijrahkan diri dan kebiasaannya yang buruk berubah kepada kebiasaan yang baik, padahal yang pertama itu menambah kesalahan dan kekurangan diri dalam pandangan Allah Swt., manakala yang kedua ialah untuk membersihkan diri dari kebiasaan yang tidak baik  itu kepada yang baik untuk menambah kesucian diri dan kepatuhan kepada Allah, seperti yang dikehendaki oleh Tuhan Maha Penciptanya, sehingga puasa yang dikerjakan oleh sang hamba itu menjadi benteng bagi dirinya dari api neraka, sebagaimana bunyi hadits – hadits Qudsi dalam perkara ini,  

wallahu-a’lam.

Komentar

Postingan Populer