TENTANG PEMBERSIHAN DIRI


“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.S. Asy-Syams: 9-10)

Manusia yang hidup pasti memerlukan kebersihan diri. Manusia yang hidupnya kotor, tidak seorangpun yang ingin berkawan dengannya, atau menghampirinya, atau bermuamalah dengannya. Tegasnya, ia dibenci orang dan senantiasa dipandang sebagai orang yang menjijikkan di mata orang banyak, sehingga ia merasa dirinya terpencil dari mereka.

Karena itulah, apabila badannya kotor atau pakaiannya terkena kotoran, ia akan segera membersihkannya atau menukarnya dengan yang lain. Demikian yang dianjurkan oleh syari’at Islam supaya manusia senantiasa berada dalam keadaan bersih suci, baik secara lahir maupun batin.

Tetapi yang selalu diutamakan dan menjadi perhatian manusia selama ini hanyalah yang tampak secara lahir, sedangkan yang ada di dalam batin sering kali dilalaikan dan dibiarkan tidak terurus.

 Karena itu, pembicaraan dalam bagian ini akan mencoba memberikan petunjuk ke arah tersebut.

     Ada dua cara untuk membersihkan diri kita dari hal-hal yang dijauhi oleh agama :

1. Pembersihan diri yang zahir (jasmani) dengan menggunakan air mutlak (air suci yang mensucikan) sebagaimana yang diperintahkan oleh syariat Islam.

2.  Pembersihan diri secara batin dan jiwa.
  Kita hendaknya sadar akan adanya kotoran dalam jiwa atau batin kita. Kotoran itu adalah dosa dan kesalahan kita sendiri.

Cara menyucikannya adalah dengan bertaubat sebenar-benarnya taubat (taubatan nasuha). Cara menyucikan batin kita ialah dengan masuk atau menempuh suatu jalan ruhani atau thariqah yang dibimbing oleh guru ruhani atau Mursyid.

  Menurut hukum syariat, wudhu akan batal bila kita membuang air kecil atau membuang air besar, menyentuh kemaluan dengan telapak tangan atau jari, mabuk dan sebagainya. Setelah bersetubuh atau selepas haid dan nifas, diwajibkan pula kepada kita untuk mandi membersihkan hadas besar dari badan, yaitu dengan berwudhu dan mandi.

  Mengenai wudhu, ada yang mengatakan bahwa Nabi SAW pernah berkata, “Setiap kali seseorang memperbarui wudhunya, maka Allah akan memperbarui imannya pula, dan cahaya imannya akan berkilau seperti semula dan menjadi semakin terang,” atau yang sama maksudnya dengan hal ini. Apa yang dikatakan Nabi SAW itu sudah jelas karena bukankah wudhu itu juga menggugurkan kesalahan-kesalahan kecil, yang dilakukan oleh manusia, baik disengaja atau sebaliknya. Karena itu pula beliau pernah menyatakan lebih lanjut bahwa pembersihan, yakni wudhu dan mandi dari hadas itu apabila dilakukan berulang kali akan menjadi cahaya di atas cahaya, wallahua’lam. Karena itu, syariat Islam menganjurkan tajdid wal-wudu’ atau senantiasa memperbarui wudhu ketika akan melaksanakan ibadah shalat ataupun sesudah membuang hadas kecil.

  Dalam mimpinya Nabi SAW pernah mendengar bunyi terompah sahabatnya, Bilal (mu’azzin beliau) di dalam surga. Kemudian beliau bertanya kepada Bilal, “Hai Bilal ! Apa yang engkau lakukan sehingga aku mendengar bunyi terompahmu di dalam surga ?”

  Bilal menjawab, “Hai Rasulullah! Tidak ada yang aku lakukan, selain sering memperbarui wudhuku setiap kali aku berhadas, dan kemudian aku bershalat sunnah al-wudu’ atau sunnah wudu’ selepas itu.”

  Kini kita mengerti bahwa kebersihan diri amat penting bagi setiap muslim. Selain itu, manfaatnya sungguh besar bagi orang yang melakukannya, yang seharusnya tidak boleh kita abaikan.

Komentar

Postingan Populer