Zakat sebagai Hadiah yang Indah


Zakat ibarat sebuah hadiah yang indah, suatu perbuatan yang baik, yang diambil dari sebagian rezeki yang kita peroleh, baik berupa kebendaan maupun ruhani. Keluarkanlah zakat semata–mata karena Allah kepada hamba–hamba Allah.

Meskipun dijanjikan pahala dan ganjaran yang berlipat ganda, janganlah niat kita berzakat itu karena menginginkan pahala. Berzakatlah karena Allah semata–mata, dengan hati yang penuh prihatin, cinta dan kasih sayang terhadap hamba –hamba Allah yang fakir miskin dan memerlukan, bukan mengharapkan sesuatu ganjaran, dan mengharapkan ucapan terima kasih sekalipun dari penerima zakat.

Karena kita mengharapkan sesuatu, sama artinya dengan kita meminta budi kita dibalas. Perbuatan seperti itu tidak bisa dikatakan ‘kita memberi karena Allah’, karena kita telah mengatas namakan Allah dengan sesuatu yang lain. Jelasnya, lidah kita berkata ‘sedekah itu diberikan karena Allah’ tetapii hati kita meminta sesuatu balasan dari penerima sedekah itu, biar apa saja, sampaikan ucapannya ‘terima kasih’, yang mana kalau tidak dikatakan begitu mungkin kita akan bersungut.

Ini gambaran sedekah suka rela. Namun pada zakat yang wajib, masalahnya lebih berat lagi, karena zakat  itu adalah hak Allah yang diamanahkan-Nya pada tangan kita. Sepatutnya, bila ada orang mau menerima zakat itu, dan kitalah yang mengucapkan terima kasih kepadanya, bukan si penerima zakat itu yang mengucapkan terima kasih, karena dia telah mempu meringankan beban amanat yang dipikul, dengan menerima zakat itu.

Walaupun  begitu, orang yang menerimanya wajar pula mengucapkan terima kasih kepada si pemberi, yang sama artinya dia berterima kasih kepada Tuhan, karena Tuhanlah yang menggerakkan diri orang itu untuk memberi kepadanya, tidak kepada yang lain. Harap dipahami permasalahan ini dengan baik.

Firman Allah :

 “Hai orang – orang yang beriman ! Janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut – nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima) seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang bertanah di atasnya, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, menjadikan ia bersih (tidak bertanah), lalu mereka tidak mengusai sesuatu pun dan apa yang mereka usahakan dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang – orang yang kafir ” (al – Baqarah : 264)

Wahai manusia! Janganlah mengharapkan sembarang ganjaran kediniaan dari amalan yang kamu lakukan, karena itu akan merusak amalan kamu sehingga ia menjadi sia –sia, tidak dipandang oleh Allah Swt. Tetapi lakukanlah amalan itu karena Allah semata – mata, tidak ditujukan  dengan yang lain, karena amalan yang ditujukan dengan yang lain itu akan ditolak, tidak diterima Allah. Rahasiakanlah amalan kamu itu sehingga jangan ada orang lain yang tahu.

Hanya Allah saja yang tahu. Bukankah sudah cukup, jika amalan itu hanya Allah saja yang tahu, tanpa diperlihatkan kepada yang lain, karena amalan yang diperlihatkan itu ialah amalan yang ditujukan  untuk sifat riya’, dan sifat riya’ sungguh merusak amalan manusia !

Firman Allah :

 “ Kamu tidak akan sampai kepada ketaatan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan itu, maka sesungguhnya Allah mengetahui “ (Ali Imran :92)

Komentar

Postingan Populer