TENTANG PUASA


Puasa yang ditentukan oleh syari’at adalah menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh, sejak masuk subuh hingga masuk waktu maghrib. Puasa dari segi ruhani bermakna membersihkan semua panca indera dan pikiran dari hal hal yang haram, selain menahan diri dari perkara perkara yang membatalkan yang telah ditetapkan dalam puasa syari’at itu.

Bila seseorang berpuasa hendaknya mampu mengharmonikan kondisi lahir dan bathinnya, seperti perutnya yang dikosongkan dari makanan dan minuman.

Puasa dari segi ruhani akan batal, bila niat dan tujuannya tergelincir kepada sesuatu yang haram, walau hanya sedikit. Puasa menurut syari’at berkaitan dengan waktu, tetapi puasa secara ruhani tidak pernah mengenal waktu, terus menerus berlangsung sepanjang hayat di dunia dan di akhirat.

Inilah puasa yang hakiki, seperti yang dikenal oleh orang-orang yang hati dan jiwanya bersih. Puasa adalah pembersihan di atas pembersihan.

Janganlah kita berpuasa jika dalam puasa itu kita hanya mendapatkan lapar dan dahaga, tanpa mendapat pahala atau kedekatan dengan Allah.

Orang awam atau orang kebanyakan akan segera berbuka bila waktu berbuka telah tiba. Tetapi orang yang ruhaninya ikut berpuasa, tidak akan pernah berhenti berpuasa secara ruhani, walaupun secara fisik ia juga berbuka sepertti yang dilakukan oleh kebanyakan orang, apabila telah datang waktu berbuka.

 Inilah orang yang membersihkan panca indera dan fikirannya dari perbuatan perbuatan maksiat dan dosa, dan menahan tangan dan lidahnya dari perbuatan atau kata kata yang menyakitkan hati orang lain.

Puasa adalah ibadah yang dilakukan untuk Allah. Dan Dialah yang memberi ganjaran kepada orang-orang yang berpuasa,

seperti yang termaktub dalam  sebuah hadits Qudsi, yuang artinya,

Hamba-Ku telah berpuasa karena Aku, maka Akulah sendiri yang akan memberikan ganjarannya. Tentu itu adalah suatu keutamaan dari Allah Swt. Untuk orang orang yang berpuasa wajib, terlebih lagi jika puasa itu adalah puasa tatawwu’.

Kemudian orang yang berpuasa itu akan menerima dua kegembiraan, sebagaimana bunyi Hadis Nabi Saw, yaitu kegembiraan ketika ia  berbuka puasa dan kegembiraan ketika ia menemui Tuhannya. Bunyi sabda ini sangat tepat, karena orang yang tidak kuat imannya, akan kesulitan melaksanakan puasanya dengan baik.

Komentar

Postingan Populer